Sehubungan dengan maraknya
pemakaian Program Komputer yang tidak asli / ori untuk keperluan usaha, dengan ini kami Penulis sampaikan pendapat hukum (Legal Opinion)
sebagai berikut:
I.
PERMASALAHAN
1. Bagaimana ketentuan tentang hak cipta terhadap program komputer?
2. Apakah resiko hukum
terhadap pengguna program komputer yang tidak mendapat ijin pencipta (tidak
memiliki lisensi) ?
3. Bagaimana kewenangan
penyidik terhadap pelanggar hukum hak cipta program komputer ?
II.
PEMBAHASAN
A.
TENTANG HAK CIPTA TERHADAP PROGRAM KOMPUTER.
Hak Cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan
intelektual yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas, karena
mencakup ilmu pengetahuan, seni dan sastra (art
and literary) yang di dalamnya mencakup pula program komputer.
Dalam Pasal 1,
Ayat (9 UU NO. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
telah diterangkan bahwa yang dimaksud adalah Program
Komputer adalah seperangkat instruksi yang
diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema, atau dalam bentuk apapun yang
ditujukan agar komputer bekerja melakukan fungsi tertentu atau untuk mencapai
hasil tertentu. Dalam Pasal 40, Ayat (1)
Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,
seni, dan sastra, yang didalamnya termasuk Program Komputer.
Berdasarkan ketentuan pasal diatas Program
komputer termasuk salah satu bentuk ciptaan yang dilindungi oleh UU NO. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Di dalam Pasal 5 Undang-Undang
Hak Cipta mengatur Hak-hak Setiap Pencipta sebagaimana tersebut dalam ketentuan
sebagai berikut :
1.
Hak moral sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara
abadi pada diri Pencipta
untuk :
a.
tetap mencantumkan atau
tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya
untuk umum;
b.
menggunakan nama aliasnya
atau samarannya;
c.
mengubah Ciptaannya
sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
d.
mengubah judul dan anak
judul Ciptaan; dan
e.
mempertahankan haknya
dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau
hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
2.
Hak moral sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup,
tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal
dunia.
3.
Dalam hal terjadi
pengalihan pelaksanaan hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penerima
dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau
penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis.
Selain hak Moral, Pencipta atau Pemegang Hak Cipta juga memiliki
hak ekonomi, dalam Pasal 9 UU Hak Cipta hak ekonomi diberikan kepada pemegang
hak cipta untuk melakukan:
a.
penerbitan Ciptaan;
b.
Penggandaan Ciptaan dalam
segala bentuknya;
c.
penerjemahan Ciptaan;
d.
pengadaptasian,
pengaransemenan, atau pentransfor masian Ciptaan;
e.
Pendistribusian Ciptaan
atau salinannya;
f.
pertunjukan Ciptaan;
g.
Pengumuman Ciptaan;
h.
Komunikasi Ciptaan; dan
i.
penyewaan Ciptaan.
2.
Setiap Orang yang melaksanakan
hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta.
3. Setiap Orang yang tanpa
izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau
Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
B.
APAKAH RESIKO TERHADAP
PENGGUNA PROGRAM KOMPUTER YANG TIDAK MENDAPAT IJIN PENCIPTA (TIDAK MEMILIKI
LISENSI) ?
Dari
ketentuan pasal-pasal yang sebelumnya diuraikan diatas, memang tidak secara
explisit mengatur secara tegas terkait dengan Pengguna komputer yang tidak
mendapat ijin pencipta (Tidak memiliki lisensi).
Namun,
dapat diketahui dalam undang – undang UU NO. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta terkait dengan
pelanggaran hak cipta program komputer lebih menekankan terhadap pembajakan
program komputer. Pengertian Pembajakan Program Komputer dalam Pasal 1 angka 23 UU Hak Cipta didefinisikan
sebagai berikut :
Pembajakan adalah Penggandaan Ciptaan
dan/atau produk Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang
hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Pendistribusian adalah
penjualan, pengedaran, dan/atau penyebaran Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait.
Jika terjadi pembajakan terhadap program
komputer maka tentunya telah terdapat seseorang / pelaku yang melanggar hak
ekonomi sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 5 ayat (1), (2), (3) dan 9
ayat (1), (2), (3). Hak ekonomi adalah hak eksklusif pencipta atau
pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
ciptaan.
Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki
beberapa hak ekonomi, di antaranya adalah untuk melakukan penggandaan ciptaan
dalam segala bentuknya dan juga pendistribusian ciptaan atau salinannya. Apabila orang lain ingin melaksanakan
hak ekonomi tersebut, maka ia wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak
cipta. Orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang
melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan tersebut.
Suatu tindakan pembajakan program
komputer/perangkat lunak terjadi apabila dipenuhi unsur-unsur berikut:
1. Melakukan perbanyakan perangkat lunak
(menggandakan atau menyalin program komputer dalam bentuk source code ataupun
program aplikasinya);
2. Perbanyakan perangkat lunak dilakukan dengan
sengaja dan tanpa hak (artinya tidak memiliki hak ciptan atau lisensi hak cipta
untuk menggunakan atau memperbanyak perangkat lunak);
3. Perangkat lunak tersebut didistribusikan
(penjualan, pengedaran, dan/atau penyebaran ciptaan);
4. Penggandaan dan pendistribusian program
komputer dilakukan untuk penggunaan secara komersial (Penggunaan Secara
Komersial adalah pemanfaatan ciptaan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan
ekonomi dari berbagai sumber atau berbayar).
Ada beberapa jenis pembajakan perangkat lunak
yang kami kutip dari developer – resources.com. Berikut ini adalah semua yang
berhubungan dengan penggunaan perangkat lunak ilegal dan berbagai jenis
pembajakan :
·
Menggunakan versi tunggal
lisensi pada beberapa komputer
·
Memuat perangkat lunak di
komputer tanpa memberikan lisensi yang sesuai
·
Menggunakan key generator untuk
menghasilkan kunci pendaftaran yang mengubah sebuah versi evaluasi menjadi
versi berlisensi
·
Menggunakan kartu kredit
curian untuk menipu membeli lisensi perangkat lunak
·
Mengirim versi lisensi
produk perangkat lunak di internet dan membuatnya tersedia untuk diunduh
Secara
garis besar kami dapat mengilustrasikan terhadap permasalahan yang sedang
saudara alami sebagai berikut :
PROGRAM KOMPUTER
(BERLISENSI) → PEMBAJAK / PENGGANDA (TIDAK MEMILIKI LISENSI) → PENJUAL / PENDISTRIBUSI → PENGGUNA /PEMBELI.
Jika
saudara saat ini dalam posisi sebagai Pengguna maka tentunya saudara tidak
lepas dari adanya peran penjual atau pendistribusi program komputer yang
saudara gunakan, artinya tidak mungkin seorang Pengguna / Pembeli menggunakan
produk program komputer tanpa melalui pendistribusian/penjualan dari orang
lain.
Saudara
sebagai Pengguna program komputer yang tidak berlisensi ketika dihadapan
penyidik dapat dipastikan akan mengalami kesulitan untuk menjawab pertanyaan
penyidik, dalam hal ini sebagai contoh pertanyaannya bagaimana saudara
mendapatkan program komputer yang sekarang saudara gunakan? tidak mungkin
program komputer yang saudara gunakan anda peroleh sendiri, sebaliknya Apabila
saudara menjawab mendapatkan dari orang lain, maka posisi saudara sebagai
pengguna sesuai ilustrasi yang kami gambarkan diatas telah memperjelas adanya
peristiwa penjualan/pendistribusian yang sempurna. Gampangnya, seseorang dapat
dikatakan telah menjalankan penjualan / pendistribusian apabila sudah ada
seseorang yang menggunakan/membeli, sebaliknya peristiwa penjualan
/pendistribusian tidak akan terjadi selama belum menemukan pengguna / pembeli
dari program komputer tersebut.
Bahwa
setiap orang / badan yang melakukan pendistribusian tanp seijin pencipta /
pemegang lisensi, dalam hal ini termasuk kategori perbuatan pembajakan dan sanksi pidananya dapat
dilihat dalam Pasal 113 ayat (4) jo. ayat (3) UU Hak Cipta sebagai
berikut:
1.
Setiap Orang yang dengan
tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2.
Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah).
Dari
ketentuan pasal diatas memang tidak mengatur sanksi pidana terhadap Pengguna /
pembeli, namun konteks pendistribusian pada dasarnya bukanlah peristiwa
yang berdiri sendiri, artinya perbuatan
pendistribusian haruslah dimaknai telah terjadi apabila terdapat seseorang yang
menerima pendistribuan. Dalam hal ini saudara yang menerima pendistribusian
dengan demikian menurut hemat kami perbuatan saudara menjadi suatu rangkaian
peristiwa pidana adanya pendistribusian program komputer.
Meskipun
dalam penggunaan program komputer yang tidak seijin pencipta (tidak memiliki
lisensi) tanpa disadari ataupun tanpa adanya kesengajaan oleh Pengguna
(saudara) bukan berarti saudara telah lepas dari peristiwa pidana.
Pasal 113 ayat (4) jo.
ayat (3) UU Hak Cipta tidak serta merta
satu-satunya pasal yang digunakan untuk menjerat para pelaku tindak pidana hak
cipta, namun dalam penerapan hukumnya terhadap kasuistik permasalahan yang
saudara alami maka pasal tersebut dapat dihubungkan dengan ketentuan
pasal-pasal dalam KUHPidana yakni pasal 55 dan 56 KUHP mengenai delik
penyertaan.
Pasal 55 KUHP:
(1)
Dihukum sebagai orang yang
melakukan peristiwa pidana:
1e. Orang yang melakukan,
yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu;
2e. Orang yang dengan
pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan,
ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau
keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan sesuatu perbuatan.
(2) Tentang orang-orang yang tersebut dalam sub 2e itu yang boleh
dipertanggungjawabkan kepadanya hanyalah perbuatan yang dengan sengaja dibujuk
oleh mereka itu, serta dengan akibatnya.
Pasal 56 KUHP:
Dihukum sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan:
1. Barangsiapa dengan sengaja membantu melakukan kejahatan itu;
2. Barangsiapa dengan sengaja
memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan untuk melakukan kejahatan
itu.
Pasal
tersebut dapat diterapkan oleh penyidik terhadap peristiwa pidana apabila para
pelakunya lebih dari 1 (satu), yaitu pelaku utama dan pelaku yang memberikan
bantuan terhadap peristiwa pidana.
Dari
peristiwa yang saudara alami sekarang ini, maka apabila saudara melakukan
pembelian/penggunaan program komputer yang tidak berlisensi dan saudara telah
menerima program komputer yang nyata-nyata tidak berlisensi tersebut dari orang
lain maka tentunya saudara dapat dikualifikasikan sebagai orang yang telah
membantu adanya proses pendistribusian. Apalagi, lebih dari satu program
komputer tidak berlisensi yang saudara pergunakan di kantor saudara.
Memperbanyak suatu program komputer didalam
perusahaan atas kehendak saudara merupakan suatu pelanggaran hak
cipta. Sehingga
dalam penerapan hukumnya sudara dapat dijerat menggunakan ketentuan Pasal
113 ayat (4) jo. ayat (3) UU Hak Cipta jo. Pasal 56
KUHPidana.
Sebagai ilustrasi kami
berikan contoh kasus nyata, Pada
22 Juni 2011, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan hukuman 7 bulan
penjara kepada Gunawan dan denda Rp 10 juta subsidair 2 bulan kurungan. Vonis
itu dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya pada 31 Juli 2012. Atas putusan
itu, Gunawan lalu mengajukan kasasi.
Gunawan
menilai hakim telah keliru menafsirkan pasal dan menerapkan pada dirinya. Sebab
hingga persidangan berakhir, jaksa tidak bisa menunjukan dirinya menggandakan
sofware palsu atau melanggar perjanjian lisensi.
Atas
permohonan kasasi ini, majelis kasasi yang diketaui hakim agung Prof Dr Surya
Jaya berbeda pendapat dengan anggota majelis yaitu Suhadi dan Margono.
"Perbuatan
yang dilarang dalam ketentuan Pasal 72 ayat 3 adalah dengan sengaja
memperbanyak suatu program aplikasi yang ada dalam CPU komputer atau kode
sumbernya untuk tujuan komersil. Pertanyannya dalam perkara a quo, siapa yang
memperbanyak program aplikasi yang ada dalam CPU komputer terdakwa? Apakah
terdakwa atau penjual komputer?" ujar Prof Surya Jaya dalam putusan yang
dilansir website Mahkamah Agung (MA), Senin (27/10/2014).
Menurut
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar itu, sudah
menjadi rahasia umum yaitu pada umumnya para penjual komputer rakitan sudah
menyediakan program aplikasi dalam CPU dengan cara penggandaan atau
memperbanyak program aplikasi dari sofware yang aslinya. Selain itu, mengacu
pada fakta hukum di persidangan menunjukan Gunawan tidak terbukti menggandakan
atau memperbanyak program aplikasi yang ada di dalam CPU komputer karena komputer
yang dibeli terdakwa sebanyak 5 unit adalah komputer yang sudah dilengkap program
aplikasi oleh penjualnya.
"Berdasarkan
alasan tersebut dapat disimpulkan yang melakukan penggandaan program aplikasi
adalah penjual komputer," ucap Prof Surya Jaya.
Prof
Surya Jaya juga menilai ada kekeliruan dalam menerapkan unsur 'memperbanyak
penggunaan untuk kepentingan komersil' dengan suatu logika hukum. Yaitu
berhubung terdakwa tidak dapat menunjukan sofware asli berarti Gunawan telah
terbukti memperbanyak atau penggandaan program.
"Padahal
seharusnya tidak boleh ditafsirkan atau dimaknai telah memperbanyak program
aplikasi. Sebaliknya, logika hukum yang dapat disimpulkan dari fakta tersebut
bahwa terdakwa tidak membuat program aplikasi asli, maka tentu dapat dipastikan
secara teknilogi sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk memperbanyak
penggunaan program aplikasi," papar Prof Surya Jaya.
Apalagi
dikuatkan dengan fakta bahwa Gunawan bergerak di bidang percetakan, bukan
penggandaan aplikasi komputer. Sehingga Prof Surya Jaya menilai Gunawan
harusnya bebas dari segala dakwaan. Tapi apa daya, suara Prof Surya Jaya kalah
dengan suara hakim agung Margono dan Suhadi.
"Menolak permohonan kasasi Ir Gunawan," putus majelis pada 24 Januari 2014 lalu.
"Menolak permohonan kasasi Ir Gunawan," putus majelis pada 24 Januari 2014 lalu.
C.
BAGAIMANA KEWENANGAN
PENYIDIK TERHADAP PELANGGAR HUKUM HAK CIPTA PROGRAM KOMPUTER ?
Pelanggaran hak cipta terkait dengan Program
Komputer sebagaimana diatur dalam UU Hak Cipta, merupakan delik aduan, sehingga Tindak pidana sebagaimana disebutkan di atas,
hanya dapat ditindak jika ada aduan
dari pihak yang dirugikan.
Pasal 120 UU Hak Cipta
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini merupakan
delik aduan.
Mengenai
penjelasan terhadap delik aduan, pada dasarnya, dalam suatu perkara pidana,
pemrosesan perkara digantungkan pada jenis deliknya. Ada dua jenis delik
sehubungan dengan pemrosesan perkara, yaitu delik aduan dan delik biasa.
Dalam
delik biasa perkara tersebut dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang
dirugikan (korban). Jadi, walaupun korban telah mencabut laporannya kepada
pihak yang berwenang, penyidik tetap berkewajiban untuk memproses perkara
tersebut.
Berbeda
dengan delik biasa, delik aduan artinya delik yang hanya bisa diproses apabila
ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana.
Menurut Mr. Drs. E Utrecht dalam bukunya Hukum Pidana II, dalam delik aduan
penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang
dirugikan (korban). Pada delik aduan ini, korban tindak pidana dapat mencabut
laporannya kepada pihak yang berwenang apabila di antara mereka telah terjadi
suatu perdamaian.
dikategorikan sebagai tindak pidana biasa (delik
biasa), sehingga pengaduan dari pihak yang dirugikan tidak diperlukan,
menjadikan pihak penegak hukum tampak begitu perkasa untuk mengejar para
penjual ataupun pengguna software ilegal. Pihak kepolisian
tidak perlu lagi menunggu pengaduan atau laporan dari Microsoft, Autodesk,
Adobe, dan lain-lain selaku software developer untuk melakukan
penggeledahan dan penyitaan software ilegal.
Apabila terdapat peristiwa sidak
atau inspeksi yang dilakukan oleh Petugas Kepolisian maka hal tersebut akan sangat
berdampak pada stabilitas pekerjaan yang berkaitan dengan komputer, oleh karena
itu saudara pastinya akan disibukkan/direpotkan terhadap proses pemeriksaan
kepolisian dan resiko terburuknya komputer-komputer saudara dapat dilakukan
penyitaan dan menjadi barang bukti adanya pelanggaran hak cipta.
III.
KESIMPULAN
1. Program komputer termasuk salah satu bentuk ciptaan yang dilindungi
oleh UU NO. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,
Dalam Pasal 40, Ayat (1) Ciptaan
yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra, yang didalamnya termasuk Program Komputer.
2. Dari ketentuan UU NO. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, memang tidak mengatur
sanksi pidana terhadap Pengguna / pembeli, namun konteks pendistribusian
pada dasarnya bukanlah peristiwa yang
berdiri sendiri, artinya perbuatan pendistribusian haruslah dimaknai
telah terjadi apabila terdapat seseorang yang menerima pendistribuan. Dalam hal
ini saudara yang menerima pendistribusian dengan demikian menurut hemat kami
perbuatan saudara menjadi suatu rangkaian peristiwa pidana adanya
pendistribusian program komputer. Sehingga meskipun dalam penggunaan program komputer yang
tidak seijin pencipta (tidak memiliki lisensi) tanpa disadari ataupun tanpa
adanya kesengajaan oleh Pengguna (saudara) bukan berarti saudara telah lepas
dari peristiwa pidana. Pasal 113
ayat (4) jo. ayat (3) UU Hak Cipta tidak serta merta satu-satunya pasal yang digunakan untuk menjerat
para pelaku tindak pidana hak cipta, namun dalam penerapan hukumnya terhadap
kasuistik permasalahan yang saudara alami maka pasal tersebut dapat dihubungkan
dengan ketentuan pasal-pasal dalam KUHPidana yakni pasal 55 dan 56 KUHP
mengenai delik penyertaan
yakni perbuatan membantu atau turut serta.
3. Pelanggaran hak cipta terkait dengan Program Komputer
sebagaimana diatur dalam UU Hak Cipta, merupakan
delik aduan, sehingga Tindak pidana sebagaimana disebutkan di atas, hanya
dapat ditindak jika ada aduan dari
pihak yang dirugikan.
Saran
Apabila terdapat peristiwa sidak
atau inspeksi yang dilakukan oleh Petugas Kepolisian maka hal tersebut akan sangat
berdampak pada stabilitas pekerjaan yang berkaitan dengan komputer, karena saudara
pastinya akan disibukkan/direpotkan terhadap proses pemeriksaan kepolisian dan
resiko terburuknya komputer-komputer saudara dapat dilakukan penyitaan dan
menjadi barang bukti adanya pelanggaran hak cipta termasuk resiko hukuman badan.
Sehingga untuk keamanan dan kenyamanan usaha kami menyarankan kepada saudara
untuk menggunakan software konputer yang asli alias original.
Hormat kami,
Penulis,
FENDI HARI WIJAYA, SH, MH.
ADVOKAT / LEGAL KONSULTAN