Minggu, 24 November 2019


Sehubungan dengan maraknya pemakaian Program Komputer yang tidak asli / ori untuk keperluan usaha, dengan ini kami Penulis sampaikan pendapat hukum (Legal Opinion) sebagai berikut:

I.         PERMASALAHAN
1.   Bagaimana ketentuan tentang hak cipta terhadap program komputer?
2.   Apakah resiko hukum terhadap pengguna program komputer yang tidak mendapat ijin pencipta (tidak memiliki lisensi) ?
3.   Bagaimana kewenangan penyidik terhadap pelanggar hukum hak cipta program komputer ?

II.       PEMBAHASAN

A.   TENTANG HAK CIPTA TERHADAP PROGRAM KOMPUTER.
Hak Cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan, seni dan sastra (art and literary) yang di dalamnya mencakup pula program komputer.

Dalam Pasal 1, Ayat (9 UU NO. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta telah diterangkan bahwa yang dimaksud adalah Program
Komputer adalah seperangkat instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema, atau dalam bentuk apapun yang ditujukan agar komputer bekerja melakukan fungsi tertentu atau untuk mencapai hasil tertentu. Dalam Pasal 40, Ayat (1) Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang didalamnya termasuk Program Komputer.
Berdasarkan ketentuan pasal diatas Program komputer termasuk salah satu bentuk ciptaan yang dilindungi oleh UU NO. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Di dalam Pasal 5 Undang-Undang Hak Cipta mengatur Hak-hak Setiap Pencipta sebagaimana tersebut dalam ketentuan sebagai berikut : 
1.   Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara
abadi pada diri Pencipta untuk :
a.    tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
b.   menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
c.    mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
d.   mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan
e.    mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
2.   Hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal dunia.
3.   Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis.

Selain hak Moral, Pencipta atau Pemegang Hak Cipta juga memiliki hak ekonomi, dalam Pasal 9 UU Hak Cipta hak ekonomi diberikan kepada pemegang hak cipta untuk melakukan:
a.    penerbitan Ciptaan;
b.   Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
c.    penerjemahan Ciptaan;
d.   pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransfor masian Ciptaan;
e.    Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
f.     pertunjukan Ciptaan;
g.    Pengumuman Ciptaan;
h.   Komunikasi Ciptaan; dan
i.     penyewaan Ciptaan.
2.   Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
3.   Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
B.   APAKAH RESIKO TERHADAP PENGGUNA PROGRAM KOMPUTER YANG TIDAK MENDAPAT IJIN PENCIPTA (TIDAK MEMILIKI LISENSI) ?
Dari ketentuan pasal-pasal yang sebelumnya diuraikan diatas, memang tidak secara explisit mengatur secara tegas terkait dengan Pengguna komputer yang tidak mendapat ijin pencipta (Tidak memiliki lisensi).
Namun, dapat diketahui dalam undang – undang  UU NO. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta terkait dengan pelanggaran hak cipta program komputer lebih menekankan terhadap pembajakan program komputer. Pengertian Pembajakan Program Komputer dalam Pasal 1 angka 23 UU Hak Cipta didefinisikan sebagai berikut :
Pembajakan adalah Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Pendistribusian adalah penjualan, pengedaran, dan/atau penyebaran Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait.
Jika terjadi pembajakan terhadap program komputer maka tentunya telah terdapat seseorang / pelaku yang melanggar hak ekonomi sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 5 ayat (1), (2), (3) dan 9 ayat (1), (2), (3). Hak ekonomi adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.

Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki beberapa hak ekonomi, di antaranya adalah untuk melakukan penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya dan juga pendistribusian ciptaan atau salinannya. Apabila orang lain ingin melaksanakan hak ekonomi tersebut, maka ia wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta. Orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan tersebut.

Suatu tindakan pembajakan program komputer/perangkat lunak terjadi apabila dipenuhi unsur-unsur berikut:
1.   Melakukan perbanyakan perangkat lunak (menggandakan atau menyalin program komputer dalam bentuk source code ataupun program aplikasinya);
2.   Perbanyakan perangkat lunak dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak (artinya tidak memiliki hak ciptan atau lisensi hak cipta untuk menggunakan atau memperbanyak perangkat lunak);
3.   Perangkat lunak tersebut didistribusikan (penjualan, pengedaran, dan/atau penyebaran ciptaan);
4.   Penggandaan dan pendistribusian program komputer dilakukan untuk penggunaan secara komersial (Penggunaan Secara Komersial adalah pemanfaatan ciptaan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari berbagai sumber atau berbayar).
Ada beberapa jenis pembajakan perangkat lunak yang kami kutip dari developer – resources.com. Berikut ini adalah semua yang berhubungan dengan penggunaan perangkat lunak ilegal dan berbagai jenis pembajakan :
·         Menggunakan versi tunggal lisensi pada beberapa komputer
·         Memuat perangkat lunak di komputer tanpa memberikan lisensi yang sesuai
·         Menggunakan key generator untuk menghasilkan kunci pendaftaran yang mengubah sebuah versi evaluasi menjadi versi berlisensi
·         Menggunakan kartu kredit curian untuk menipu membeli lisensi perangkat lunak
·         Mengirim versi lisensi produk perangkat lunak di internet dan membuatnya tersedia untuk diunduh
Secara garis besar kami dapat mengilustrasikan terhadap permasalahan yang sedang saudara alami sebagai berikut :
PROGRAM KOMPUTER (BERLISENSI) → PEMBAJAK / PENGGANDA (TIDAK MEMILIKI LISENSI) → PENJUAL  / PENDISTRIBUSI → PENGGUNA /PEMBELI.
Jika saudara saat ini dalam posisi sebagai Pengguna maka tentunya saudara tidak lepas dari adanya peran penjual atau pendistribusi program komputer yang saudara gunakan, artinya tidak mungkin seorang Pengguna / Pembeli menggunakan produk program komputer tanpa melalui pendistribusian/penjualan dari orang lain.
Saudara sebagai Pengguna program komputer yang tidak berlisensi ketika dihadapan penyidik dapat dipastikan akan mengalami kesulitan untuk menjawab pertanyaan penyidik, dalam hal ini sebagai contoh pertanyaannya bagaimana saudara mendapatkan program komputer yang sekarang saudara gunakan? tidak mungkin program komputer yang saudara gunakan anda peroleh sendiri, sebaliknya Apabila saudara menjawab mendapatkan dari orang lain, maka posisi saudara sebagai pengguna sesuai ilustrasi yang kami gambarkan diatas telah memperjelas adanya peristiwa penjualan/pendistribusian yang sempurna. Gampangnya, seseorang dapat dikatakan telah menjalankan penjualan / pendistribusian apabila sudah ada seseorang yang menggunakan/membeli, sebaliknya peristiwa penjualan /pendistribusian tidak akan terjadi selama belum menemukan pengguna / pembeli dari program komputer tersebut.
Bahwa setiap orang / badan yang melakukan pendistribusian tanp seijin pencipta / pemegang lisensi, dalam hal ini termasuk kategori perbuatan pembajakan dan sanksi pidananya dapat dilihat dalam Pasal 113 ayat (4) jo. ayat (3) UU Hak Cipta sebagai berikut:

1.     Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2.     Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Dari ketentuan pasal diatas memang tidak mengatur sanksi pidana terhadap Pengguna / pembeli, namun konteks pendistribusian pada dasarnya bukanlah peristiwa yang  berdiri sendiri, artinya perbuatan pendistribusian haruslah dimaknai telah terjadi apabila terdapat seseorang yang menerima pendistribuan. Dalam hal ini saudara yang menerima pendistribusian dengan demikian menurut hemat kami perbuatan saudara menjadi suatu rangkaian peristiwa pidana adanya pendistribusian program komputer.
Meskipun dalam penggunaan program komputer yang tidak seijin pencipta (tidak memiliki lisensi) tanpa disadari ataupun tanpa adanya kesengajaan oleh Pengguna (saudara) bukan berarti saudara telah lepas dari peristiwa pidana.   
Pasal 113 ayat (4) jo. ayat (3) UU Hak Cipta tidak serta merta satu-satunya pasal yang digunakan untuk menjerat para pelaku tindak pidana hak cipta, namun dalam penerapan hukumnya terhadap kasuistik permasalahan yang saudara alami maka pasal tersebut dapat dihubungkan dengan ketentuan pasal-pasal dalam KUHPidana yakni pasal 55 dan 56 KUHP mengenai delik penyertaan.
Pasal 55 KUHP:
(1)  Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana:
1e. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu;
2e. Orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan sesuatu perbuatan.
(2)    Tentang orang-orang yang tersebut dalam sub 2e itu yang boleh dipertanggungjawabkan kepadanya hanyalah perbuatan yang dengan sengaja dibujuk oleh mereka itu, serta dengan akibatnya.
Pasal 56 KUHP:
Dihukum sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan:
1.     Barangsiapa dengan sengaja membantu melakukan kejahatan itu;
2.      Barangsiapa dengan sengaja memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu.
Pasal tersebut dapat diterapkan oleh penyidik terhadap peristiwa pidana apabila para pelakunya lebih dari 1 (satu), yaitu pelaku utama dan pelaku yang memberikan bantuan terhadap peristiwa pidana.
Dari peristiwa yang saudara alami sekarang ini, maka apabila saudara melakukan pembelian/penggunaan program komputer yang tidak berlisensi dan saudara telah menerima program komputer yang nyata-nyata tidak berlisensi tersebut dari orang lain maka tentunya saudara dapat dikualifikasikan sebagai orang yang telah membantu adanya proses pendistribusian. Apalagi, lebih dari satu program komputer tidak berlisensi yang saudara pergunakan di kantor saudara. Memperbanyak suatu program komputer didalam perusahaan atas kehendak saudara merupakan suatu pelanggaran hak cipta. Sehingga dalam penerapan hukumnya sudara dapat dijerat menggunakan ketentuan Pasal 113 ayat (4) jo. ayat (3) UU Hak Cipta jo. Pasal 56 KUHPidana.
Sebagai ilustrasi kami berikan contoh kasus nyata, Pada 22 Juni 2011, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan hukuman 7 bulan penjara kepada Gunawan dan denda Rp 10 juta subsidair 2 bulan kurungan. Vonis itu dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya pada 31 Juli 2012. Atas putusan itu, Gunawan lalu mengajukan kasasi.
Gunawan menilai hakim telah keliru menafsirkan pasal dan menerapkan pada dirinya. Sebab hingga persidangan berakhir, jaksa tidak bisa menunjukan dirinya menggandakan sofware palsu atau melanggar perjanjian lisensi.
Atas permohonan kasasi ini, majelis kasasi yang diketaui hakim agung Prof Dr Surya Jaya berbeda pendapat dengan anggota majelis yaitu Suhadi dan Margono.
"Perbuatan yang dilarang dalam ketentuan Pasal 72 ayat 3 adalah dengan sengaja memperbanyak suatu program aplikasi yang ada dalam CPU komputer atau kode sumbernya untuk tujuan komersil. Pertanyannya dalam perkara a quo, siapa yang memperbanyak program aplikasi yang ada dalam CPU komputer terdakwa? Apakah terdakwa atau penjual komputer?" ujar Prof Surya Jaya dalam putusan yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Senin (27/10/2014).
Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar itu, sudah menjadi rahasia umum yaitu pada umumnya para penjual komputer rakitan sudah menyediakan program aplikasi dalam CPU dengan cara penggandaan atau memperbanyak program aplikasi dari sofware yang aslinya. Selain itu, mengacu pada fakta hukum di persidangan menunjukan Gunawan tidak terbukti menggandakan atau memperbanyak program aplikasi yang ada di dalam CPU komputer karena komputer yang dibeli terdakwa sebanyak 5 unit adalah komputer yang sudah dilengkap program aplikasi oleh penjualnya.
"Berdasarkan alasan tersebut dapat disimpulkan yang melakukan penggandaan program aplikasi adalah penjual komputer," ucap Prof Surya Jaya.
Prof Surya Jaya juga menilai ada kekeliruan dalam menerapkan unsur 'memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersil' dengan suatu logika hukum. Yaitu berhubung terdakwa tidak dapat menunjukan sofware asli berarti Gunawan telah terbukti memperbanyak atau penggandaan program.
"Padahal seharusnya tidak boleh ditafsirkan atau dimaknai telah memperbanyak program aplikasi. Sebaliknya, logika hukum yang dapat disimpulkan dari fakta tersebut bahwa terdakwa tidak membuat program aplikasi asli, maka tentu dapat dipastikan secara teknilogi sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk memperbanyak penggunaan program aplikasi," papar Prof Surya Jaya.
Apalagi dikuatkan dengan fakta bahwa Gunawan bergerak di bidang percetakan, bukan penggandaan aplikasi komputer. Sehingga Prof Surya Jaya menilai Gunawan harusnya bebas dari segala dakwaan. Tapi apa daya, suara Prof Surya Jaya kalah dengan suara hakim agung Margono dan Suhadi.

"Menolak permohonan kasasi Ir Gunawan," putus majelis pada 24 Januari 2014 lalu.

C.   BAGAIMANA KEWENANGAN PENYIDIK TERHADAP PELANGGAR HUKUM HAK CIPTA PROGRAM KOMPUTER ?
Pelanggaran hak cipta terkait dengan Program Komputer sebagaimana diatur dalam UU Hak Cipta, merupakan delik aduan, sehingga Tindak pidana sebagaimana disebutkan di atas, hanya dapat ditindak jika ada aduan dari pihak yang dirugikan.
Pasal 120 UU Hak Cipta
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini merupakan delik aduan.
Mengenai penjelasan terhadap delik aduan, pada dasarnya, dalam suatu perkara pidana, pemrosesan perkara digantungkan pada jenis deliknya. Ada dua jenis delik sehubungan dengan pemrosesan perkara, yaitu delik aduan dan delik biasa.
Dalam delik biasa perkara tersebut dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Jadi, walaupun korban telah mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang, penyidik tetap berkewajiban untuk memproses perkara tersebut.
Berbeda dengan delik biasa, delik aduan artinya delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Menurut Mr. Drs. E Utrecht dalam bukunya Hukum Pidana II, dalam delik aduan penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang dirugikan (korban). Pada delik aduan ini, korban tindak pidana dapat mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang apabila di antara mereka telah terjadi suatu perdamaian.
dikategorikan sebagai tindak pidana biasa (delik biasa), sehingga pengaduan dari pihak yang dirugikan tidak diperlukan, menjadikan pihak penegak hukum tampak begitu perkasa untuk mengejar para penjual ataupun pengguna software ilegal. Pihak kepolisian tidak perlu lagi menunggu pengaduan atau laporan dari Microsoft, Autodesk, Adobe, dan lain-lain selaku software developer untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan software ilegal.
Apabila terdapat peristiwa sidak atau inspeksi yang dilakukan oleh Petugas Kepolisian maka hal tersebut akan sangat berdampak pada stabilitas pekerjaan yang berkaitan dengan komputer, oleh karena itu saudara pastinya akan disibukkan/direpotkan terhadap proses pemeriksaan kepolisian dan resiko terburuknya komputer-komputer saudara dapat dilakukan penyitaan dan menjadi barang bukti adanya pelanggaran hak cipta.

III.         KESIMPULAN   

1.   Program komputer termasuk salah satu bentuk ciptaan yang dilindungi oleh UU NO. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Dalam Pasal 40, Ayat (1) Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang didalamnya termasuk Program Komputer.
2.   Dari ketentuan UU NO. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, memang tidak mengatur sanksi pidana terhadap Pengguna / pembeli, namun konteks pendistribusian pada dasarnya bukanlah peristiwa yang  berdiri sendiri, artinya perbuatan pendistribusian haruslah dimaknai telah terjadi apabila terdapat seseorang yang menerima pendistribuan. Dalam hal ini saudara yang menerima pendistribusian dengan demikian menurut hemat kami perbuatan saudara menjadi suatu rangkaian peristiwa pidana adanya pendistribusian program komputer. Sehingga meskipun dalam penggunaan program komputer yang tidak seijin pencipta (tidak memiliki lisensi) tanpa disadari ataupun tanpa adanya kesengajaan oleh Pengguna (saudara) bukan berarti saudara telah lepas dari peristiwa pidana.   Pasal 113 ayat (4) jo. ayat (3) UU Hak Cipta tidak serta merta satu-satunya pasal yang digunakan untuk menjerat para pelaku tindak pidana hak cipta, namun dalam penerapan hukumnya terhadap kasuistik permasalahan yang saudara alami maka pasal tersebut dapat dihubungkan dengan ketentuan pasal-pasal dalam KUHPidana yakni pasal 55 dan 56 KUHP mengenai delik penyertaan yakni perbuatan membantu atau turut serta.
3.   Pelanggaran hak cipta terkait dengan Program Komputer sebagaimana diatur dalam UU Hak Cipta, merupakan delik aduan, sehingga Tindak pidana sebagaimana disebutkan di atas, hanya dapat ditindak jika ada aduan dari pihak yang dirugikan.


Saran
Apabila terdapat peristiwa sidak atau inspeksi yang dilakukan oleh Petugas Kepolisian maka hal tersebut akan sangat berdampak pada stabilitas pekerjaan yang berkaitan dengan komputer, karena saudara pastinya akan disibukkan/direpotkan terhadap proses pemeriksaan kepolisian dan resiko terburuknya komputer-komputer saudara dapat dilakukan penyitaan dan menjadi barang bukti adanya pelanggaran hak cipta termasuk resiko hukuman badan. Sehingga untuk keamanan dan kenyamanan usaha kami menyarankan kepada saudara untuk menggunakan software konputer yang asli alias original.

Hormat kami,
Penulis,

FENDI HARI WIJAYA, SH, MH.
ADVOKAT / LEGAL KONSULTAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.